Kegiatan Ngaji Budaya: Memaknai Muludan dari Sudut Pandang Budaya dan Belajar

Madiun – Jumat, 27 September 2024, Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) dan IPNU-IPPNU Kabupaten Madiun menyelenggarakan acara Ngaji Budaya dengan tema “Memaknai Muludan dari Sudut Pandang Budaya dan Belajar.” Kegiatan yang berlangsung di NU Center Kabupaten Madiun ini dihadiri oleh pengurus Lesbumi NU, IPNU, IPPNU, Fatayat, Ansor, Muslimat, serta pengurus Lesbumi se-Karesidenan Madiun.

Acara dimoderatori oleh Gus Ibnu Huda dengan sesi monolog dari Mukhlis Daroini yang mengangkat tentang sejarah dan makna Maulid dari perspektif budaya dan tasawuf. Dalam paparannya, Mukhlis menjelaskan bahwa istilah “Maulud” secara harfiah merujuk pada “orang yang dilahirkan,” sedangkan “Maulid” berarti “hari kelahiran.” Perbedaan penggunaan istilah ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat tentang hakikat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Nur Muhammad sebagai Pengejawantahan Budaya

Pemaparan Mukhlis menyoroti bahwa pencapaian tertinggi dalam memahami Maulid adalah mencapai Nur Muhammad, yang merupakan pengejawantahan dari budaya Islam yang penuh dengan nilai-nilai keindahan, kemanusiaan, dan spiritualitas. Ia menegaskan bahwa para praktisi tasawuf sejatinya adalah orang-orang yang paling sadar dan peka terhadap budaya, sehingga mereka berusaha mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks Maulid, Mukhlis menyinggung fenomena perayaan yang kerap diwarnai dengan euforia dan seremonial semata, tanpa pemahaman mendalam tentang asal-usul dan esensinya. Oleh karena itu, Mukhlis mengajak peserta untuk melihat Maulid sebagai momentum reflektif dan sarana pembelajaran, bukan sekadar perayaan tahunan.

Peran Lesbumi dalam Masyarakat Madiun

Sesi diskusi berkembang pada peran strategis Lesbumi dalam merawat tradisi budaya Islam di tengah masyarakat Kabupaten Madiun. Gus Ibnu Huda, selaku moderator, menekankan bahwa Lesbumi memiliki tugas besar untuk mengedukasi masyarakat mengenai makna kebudayaan yang terkandung dalam tradisi Islam seperti Maulid. Pemahaman yang benar tentang Maulid diharapkan dapat menjadi landasan dalam menghidupkan nilai-nilai spiritualitas, etika, dan budaya luhur di tengah kehidupan bermasyarakat.

Perspektif Dalang dalam Memaknai Maulid

Dalam sesi ini, Mukhlis Daroini yang juga berprofesi sebagai seorang dalang, memberikan perspektif unik tentang Maulid dari sudut pandang budaya pewayangan. Menurutnya, Wayang Aji adalah salah satu inovasi dalam dunia pewayangan yang berusaha mengintegrasikan nilai-nilai Maulid Nabi ke dalam cerita pewayangan. Hal ini dilakukan dengan melahirkan lakon-lakon baru seperti Layon, yang menceritakan tentang kelahiran, kematian, dan kehidupan manusia sebagai wujud manifestasi Nur Muhammad.

“Maulid bukan sekadar perayaan kelahiran Nabi, tetapi juga simbol dari transformasi spiritual yang harus dijalani setiap insan. Memahami ini butuh laku suluk dan perjalanan batin yang mendalam,” ungkap Mukhlis dalam penutupan sesi monolognya.

Refleksi dan Kesimpulan

Acara Ngaji Budaya ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi antar organisasi keagamaan, tetapi juga menjadi forum pemikiran yang membuka wawasan tentang bagaimana seharusnya Maulid dipahami. Dari sudut pandang budaya, Maulid adalah peristiwa yang memiliki kedalaman filosofis dan spiritual yang perlu terus digali, baik melalui kajian keilmuan maupun praktik kebudayaan seperti wayang dan seni tradisi lainnya.

Kegiatan ini diakhiri dengan refleksi dari para peserta yang berharap agar tradisi-tradisi seperti Ngaji Budaya ini terus dihidupkan sebagai upaya menguatkan identitas kebudayaan Islam yang selaras dengan nilai-nilai lokalitas dan keindonesiaan.





Kang Bayu ID

Freelancer, Web Developer, Programmer, Blogger, Youtuber, Trader, Author, Teacher

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama